Senin, 14 Mei 2012

KH. Bisri Syamsuri

KH. Bisri Syamsuri

Beliau seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan terkenal atas penguasaannya di bidang fikih agama Islam. KH. Bisri Syamsuri juga pernah aktif berpolitik, antara lain sempat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante, ketua Majelis Syuro  Partai Persatuan Pembangunan dan sebagai Rais Aam NU. Ia adalah kakek dari KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia keempat.

KH. Bisri Syamsuri dilahirkan di Desa Tayu, Pati, Jawa Tengah, tanggal 18 September 1886. Ayahnya bernama KH. Syamsuri dan ibunya bernama Ny. Mariah. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen, KH Kholil di Bangkalan, Madura dan KH. Hasyim Asy'ari di Tebu Ireng, Jombang. Saat belajar tersebut ia juga berkenalan dengan rekan sesama santri, KH. Abdul Wahab Chasbullah yang kelak juga menjadi tokoh NU.

Ia kemudian mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu'aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas. Ketika berada di Mekkah, KH. Bisri Syamsuri menikahi adik perempuan KH. Abdul Wahab Chasbullah. Di kemudian hari, anak perempuan KH. Bisri Syamsuri menikah dengan KH. Wahid Hasyim dan menurunkan KH. Abdurrahman Wahid dan KH. Sholahuddin Wahid.

Sepulangnya dari Mekkah, dia menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun. Ia kemudian berdiri sendiri dan pada 1917 mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang. Saat itu, KH. Bisri Syamsuri adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya.

Di sisi pergerakan, ia bersama-sama para kiai muda saat itu antara lain KH Abdul Wahab Chasbullah, KH. Mas Mansyur, KH Dahlan Kebondalem, dan KH Ridwan, membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar (konseptualisasi pemikiran) dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah Taswirul Afkar. Ia adalah peserta aktif dalam musyawarah hukum agama, yang sering berlangsung di antara lingkungan para kiai pesantren, sehingga pada akhirnya terbentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Keterlibatannya dalam upaya pengembangan organisasi NU antara lain berupa pendirian rumah-rumah yatim piatu dan pelayanan kesehatan yang dirintisnya di berbagai tempat.

Di masa penjajahan Jepang, KH. Bisri Syamsuri ini terlibat dalam pertahanan negara, yakni menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT), yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya.

Pada masa kemerdekaan ia pun terlibat dalam lembaga pemerintahan, antara lain dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), mewakili unsur Masyumi (tempat Nahdlatul Ulama tergabung secara politis). Ia juga menjadi anggota Dewan  Konstituante tahun 1956, hingga ke masa pemilihan umum tahun 1971. Setelah wafatnya KH. Abdul Wahab Hasbullah, tahun 1972 ia diangkat sebagai Rais Aam (ketua) Syuriah (pimpinan tertinggi) Nahdlatul Ulama. Ketika NU bergabung ke Partai Persatuan Pembangunan, ia pernah menjadi ketua Majelis Syuro partai ini. Ia terpilih menjadi anggota DPR sampai tahun 1980.
KH. Bisri Syamsuri meninggal dunia dalam usia lanjut tahun 1980 di Denanyar( 93 tahun ), di Jombang, Jawa Timur.